Minggu, 06 November 2016



MASUK DAN BERKEMBANGNYA HINDU-BUDHA DI INDONESIA
3.2 Memahami perubahan masyarakat Indonesia pada zaman Praaksara, zaman Hindu-Budha dan zaman Islam dalam aspek geografis, ekonomi, budaya, pendidikan dan politik.

untuk menengok prezi yang saya buat silahkan klik link ini : 

Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
  1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
  2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
  3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
  4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.


POWER POINT MASUKNYA HINDU-BUDHA DI INDONESIA





Teori Masuknya Hindu Budha Ke Indonesia Teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia yang dikemukakan para ahli sejarah umumnya terbagi menjadi 2 pendapat. Pendapat pertama menyebutkan bahwa dalam proses masuknya kedua agama ini, bangsa Indonesia hanya berperan pasif. Bangsa Indonesia dianggap hanya sekedar menerima budaya dan agama dari India. Ada 3 teori yang menyokong pendapat ini yaitu teori Brahmana, teori Waisya, dan teori Ksatria. Pendapat kedua menyebutkan bahwa banga Indonesia juga bersifat aktif dalam proses penerimaan agama dan kebudayaan Hindu Budha. Dua teori yang menyokong pendapat ini adalah teori arus balik dan teori Sudra. 1. Teori Brahmana oleh Jc.Van Leur Teori Brahmana adalah teori yang menyatakan bahwa masuknya Hindu Budha ke Indonesia dibawa oleh para Brahmana atau golongan pemuka agama di India. Teori ini dilandaskan pada prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Hindu Budha di Indonesia pada masa lampau yang hampir semuanya menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Saksekerta. Di India, aksara dan bahasa ini hanya dikuasai oleh golongan Brahmana. Selain itu, teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia karena peran serta golongan Brahmana juga didukung oleh kebiasaan ajaran Hindu. Seperti diketahui bahwa ajaran Hindu yang utuh dan benar hanya boleh dipahami oleh para Brahmana. Pada masa itu, hanya orang-orang golongan Brahmana-lah yang dianggap berhak menyebarkan ajaran Hindu. Para Brahmana diundang ke Nusantara oleh para kepala suku untuk menyebarkan ajarannya pada masyarakatnya yang masih memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. 2. Teori Waisya oleh NJ. Krom Teori Waisya menyatakan bahwa terjadinya penyebaran agama Hindu Budha di Indonesia adalah berkat peran serta golongan Waisya (pedagang) yang merupakan golongan terbesar masyarakat India yang berinteraksi dengan masyarakat nusantara. Dalam teori ini, para pedagang India dianggap telah memperkenalkan kebudayaan Hindu dan Budha pada masyarakat lokal ketika mereka melakukan aktivitas perdagangan. Karena pada saat itu pelayaran sangat bergantung pada musim angin, maka dalam beberapa waktu mereka akan menetap di kepulauan Nusantara hingga angin laut yang akan membawa mereka kembali ke India berhembus. Selama menetap, para pedagang India ini juga melakukan dakwahnya pada masyarakat lokal Indonesia. 3. Teori Ksatria oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens Dalam teori Ksatria, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada masa lalu dilakukan oleh golongan ksatria. Menurut teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia satu ini, sejarah penyebaran Hindu Budha di kepulauan nusantara tidak bisa dilepaskan dari sejarah kebudayaan India pada periode yang sama. Seperti diketahui bahwa di awal abad ke 2 Masehi, kerajaan-kerajaan di India mengalami keruntuhan karena perebutan kekuasaan. Penguasa-penguasa dari golongan ksatria di kerajaan-kerajaan yang kalah perang pada masa itu dianggap melarikan diri ke Nusantara. Di Indonesia mereka kemudian mendirikan koloni dan kerajaan-kerajaan barunya yang bercorak Hindu dan Budha. Dalam perkembangannya, mereka pun kemudian menyebarkan ajaran dan kebudayaan kedua agama tersebut pada masyarakat lokal di nusantara. 4. Teori Arus Balik (Nasional) oleh F.D.K Bosch Teori arus balik menjelaskan bahwa penyebaran Hindu Budha di Indonesia terjadi karena peran aktif masyarakat Indonesia di masa silam. Menurut Bosch, pengenalan Hindu Budha pertama kali memang dibawa oleh orang-orang India. Mereka menyebarkan ajaran ini pada segelintir orang, hingga pada akhirnya orang-orang tersebut tertarik untuk mempelajari kedua agama ini secara langsung dari negeri asalnya, India. Mereka berangkat dan menimba ilmu di sana dan sekembalinya ke Indonesia, mereka kemudian mengajarkan apa yang diperolehnya pada masyarakat Nusantara lainnya. 5. Teori Sudra oleh van Faber Teori Sudra menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Budha di Indonesia diawali oleh para kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke wilayah Nusantara. Mereka menetap dan menyebarkan ajaran agama mereka pada masyarakat pribumi hingga terjadilah perkembangan yang signifikan terhadap arah kepercayaan mereka yang awalnya animisme dan dinamisme menjadi percaya pada ajaran Hindu dan Budha. Nah, demikianlah beberapa teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia beserta bukti-bukti sejarahnya. Dari kelima teori tersebut, teori Brahmana yang dikemukakan oleh Jc.Van Leur dianggap sebagai teori terkuat karena ditunjang oleh bukti-bukti yang nyata. Demikian semoga bermanfaat.

Sumber:
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/5-teori-masuknya-hindu-budha-ke-indonesia.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.



MIND MAPPING
TOKOH-TOKOH KERAJAAN HINDU-BUDHA
3.2 Memahami perubahan masyarakat Indonesia pada zaman Praaksara, zaman Hindu-Budha dan zaman Islam dalam aspek geografis, ekonomi, budaya, pendidikan dan politik.


Kerajaan Sriwijaya :
Prasasti Nalanda menyebut Balaputradewa sebagai raja Suwarnadwipa, yaitu nama kuno untuk pulau Sumatra. Karena pada zaman itu pulau Sumatra identik dengan Kerajaan Sriwijaya, maka para sejarawan sepakat bahwa Balaputradewa adalah raja Sriwijaya. Pendapat yang paling populer menyebutkan Balaputradewa mewarisi takhta Kerajaan Sriwijaya dari kakeknya (pihak ibu), yaitu Sri Dharmasetu. Namun, ternyata nama Sri Dharmasetu terdapat dalam prasasti Kelurak sebagai bawahan Dharanindra yang ditugasi menjaga bangunan Candi Kelurak. Jadi, Dharanindra berbesan dengan pegawai bawahannya, bernama Sri Dharmasetu melalui perkawinan antara Samaragrawira dengan Dewi Tara. Dharmasetu menurut prasasti Kelurak adalah orang Jawa. Jadi, teori populer bahwa ia merupakan raja Kerajaan Sriwijaya adalah keliru. Balaputradewa berhasil menjadi raja Kerajaan Sriwijaya bukan karena mewarisi takhta Sri Dharmasetu, tetapi karena pada saat itu pulau Sumatra telah menjadi daerah kekuasaan Wangsa Sailendra, sama halnya dengan pulau Jawa. Berdasarkan analisis prasasti Ligor, Kerajaan Sriwijaya dikuasai Wangsa Sailendra sejak zaman Maharaja Wisnu. Sebagai anggota Wangsa Sailendra, Balaputradewa berhasil menjadi raja di Sumatra, sedangkan kakaknya, yaitu Samaratungga menjadi raja di Jawa.

Kerajaan Kutai :
Mulawarman merupakan nama raja Kerajaan Kutai dengan sebutan Maharaja Mulawarman Nala Dewa yang memerintah pada abad ke-4 Masehi. Dalam prasasti Yupa disebutkan bahwa Mulawarman pernah menyumbangkan 20.000 ekor lembu kepada para brahmana.

Kerajaan Tarumanegara :
Purnawarman (Purnavarmman) adalah raja besar kerajaan Tarumanagara yang tertera pada beberapa prasasti pada abad V dan menjadi raja ke-3 yang memerintah tahun 317-356 Saka (395-434 Masehi) yang dapat menguasai wilayah Jawa Barat sebelum dilakukan oleh Raja-raja Kerajaan Sunda Galuh seperti Maharaja Sanjaya Harisdarma atau Sanjaya, Rakai Mataram, keturunan Galuh, Kawali yang memerintah di Bumi Mataram atau Kerajaan Medang dengan gelar (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu), Jawa Tengah. Maharaja Purnawarman mengidentifikasikan dirinya dengan Dewa Wisnu.

Kerajaan Kadiri :
  1. Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
  2. Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
  3. Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
  4. Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
  5. Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
  6. Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
  7. Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
  8. Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
  9. Sri Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.

Kerajaan Singasari :
  1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 - 1247)
  2. Anusapati (1247 - 1249)
  3. Tohjaya (1249 - 1250)
  4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 - 1272)
  5. Kertanagara (1272 - 1292)
Kerajaan Majapahit :
1.    Raden Wijaya (1293-1309)
Berdirinya kerajaan Majapahit adalah usaha dan perjuangan Raden Wijaya dibantu oleh pengikutnya. Ia mampu memanfaakan kedatangan tentara Cina Mongol (Kubilai Khan) yang datang ke pulau Jawa untuk menghukum Kertanegara. Kedatang Kubilai Khan dimanfaatkan untuk menyerang Jayakatwang di Kediri, sehingga kekalahan Kertanegara dapat terbalaskan karena Jayakatwang akhirnya meninggal di Ujung Galuh.
Setelah berhasil mengalahkan pasukan Kubilai Khan, maka pada tahun 1293 Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja pertama Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang kuat, maka Raden Wijaya melakukan berbagai tindakan yaitu seperti membangun Majapahit sebagai pusat pemerintahan, mengawini keempat putri Kertangera yaitu Dewi Tribuwaneswari (Parameswari) dll.

Raden Wijaya wafat pada tahun 1309, dan di makamkan di candi Sumberjati (Candi Simping). Dan digantikan oleh putranya yang bernama Kalagemet, dan setelah menjadi raja bergelar Jayanegara yang memerintah pada thaun 1309-1328.
2.    Jayanegara (1309-1328)
Pemberontakan juga muncul pada masa pemerintahan Jayanegara (Kala Gemet), sewaktu menjadi raja ia masih sangat muda dan lemah sehingga dimanfaatkan orang-orang yang merasa tidak puas untuk memberontak.
Diantaranya pemberontakan tersebut:
a. Pemberontakan Ranggalawe tahun 1309
Dia kecewa karena tidak diberi kedudukan patih (ingin diangkat sebagai wakil raja) di Majapahit, tetapi hanya diberi kedudukan yang lebiih rendah sebagai penguasa (Bupati) Tuban. Ia tewas ditangan Kebo Anabrang komandan pasukan Majapahit.
b. Pemberontakn Lembu Sora Tahun 1311
Karena ia dihasut oleh seorang pejabat Majapahit yang bernama Mahapati. Mahapati sebenarnya sebenarnya juga musuh dalam selimut Jayanegara. Pemberontakan Lembu Sora dapat digagalkan (tewas)
c. Pemberontakan Juru Demung tahun 1313.
d. Pemberontakan Gajah Biru tahun 1314.
e. Pemberontakan Nambi tahun 1316.
f. Pemberontakan Kuti tahun 1319.
3.    Tribuana Tungga Dewi (1328-1350)
Jaya Negara wafat pada tahun 1328. Karena ntidak punya keturunan maka tahta diserahkan kepada Gayatri atau Rajapatni (permaisuri R. Wijaya). Tetapi karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni maka diwakilkan oleh putrinya yang bernama Tribuwanatunggadewi yang ditugaskan mewakili untuk memegang tahta kerajaan Majapahit. Suami dari Tribuwanatunggadewi adalah Kertawardana.
Pada pemerintahannya banyak terjadi pemberontakan seperti pemberontakan Sadeng dan Keta didaerah Besuki pada tahun 1331. Dan pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Atas jasa tersebut Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih Majapahit pada tahun1331 untuk menggantikan Aria Tadah yang sudah tua.
4.    Hayam Wuruk (1350-1389)
Pada tahun 1350, Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk. Ia bergelar Rajasanegara dan dalam menjalankan pemerintahan yang di dampingi oleh mahapatih Gajah Mada, Adityawarman dan Mpu Nala sehingga ppada masa tersebut Majapahit mencapai puncak kebesarannya, karena daerah kekuasaannya hampir meliputi seluruh Nusantara dan Majapahit berkembang sebagi Kerajaan Maritim sekaligus Kerajaan agraris.
Dalam rangka menguasai kerajaan Pajajaran, Gajah Mada melakukan Politik Perkawinan yang menyebabkan terjadinya peristiwa Bubad pada tahun 1357. Untuk memperkuat armada laut dipimpin oleh Mpu Nala. Dan juga menjalin persahabatan dengan negara-neagra tetangga yang disebut dengan Mitrekasatata.
Setelah Gajah Mada meninggal pada tahun 1364, sehingga Majapahit mengalami kesulitan untuk mencari penggantinya. Setelah tiga taun kemudian digantikan oleh Gajah Enggon. Meninggalnya Gajah Mada sangat berpengaruh terhadap pemerintahan Hayam Wuruh, sehingga pemerintahan Hayam Wuruk mengalami kemunduran. Hayam Wuruk meinggal pada tahun 1389. Selanjutnya tahta Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana.
Sumber :